
Candi Borobudur. Misteri teknologi dan peradaban nusantara abad 9.
Sampai saat ini ada beberapa hal yang masih menjadi bahan misteri seputar berdirinya Candi Borobudur. Salah satu misteri yang masih belum terungkap sampai sekarang adalah teknologi pembangunan candi Borobudur. Bagaimana membangun Borobudur tanpa menancapkan ratusan paku untuk mengokohkan fondasinya? Seperti diketahui, struktur dan konstruksi candi Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock seperti balok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.
Kecanggihan teknologi masa kini pun belum mampu mengungkap misteri ini. Berbagai penelitian para arkeolog memunculkan berbagai teori tentang teknologi pembangunan candi. Beberapa waktu lalu, 3 orang peneliti muda Indonesia dari Bandung Fe Institut, mengungkapkan teori, bahwa pembangunan Candi Borobudur menggunakan teknologi berbasis “geometri fraktal.”Suatu hal ‘keajaiban’ alam yang sulit diterima secara logika, jika ternyata peradaban dan teknologi nusantara ternyata telah mencapai puncak ‘kecanggihan’ di abad 9. Itu adalah 11 abad sebelum bangsa barat mengalami puncak keemasan seperti sekarang, sebab istilah ‘fraktal’ yang diambil dari bahasa Latin itu sendiri justru baru ditemukan oleh Benoit Mandelbrot pada tahun 1975.
Sementara selama ini kita mungkin menganggap bahwa grafik peradaban dan teknologi bergerak lurus, dan abad 21 adalah puncak dari peradaban dan teknologi dunia dan semua ‘wajib’ berkiblat ke barat (Eropa dan Amerika). Namun dengan ditemukannya ‘tanda-tanda’ dan kemungkinan teknologi modern dalam pembangunan Candi Borobudur, ini bisa menjadi bantahan atas anggapan itu. Grafik peradaban dan sains-teknologi (iptek) berbanding lurus, tapi keduanya tidak bergerak lurus terhadap waktu (zaman), alias fluktuatif.

Peta kerajaan budha Sriwijaya, kejayaan nusantara abad 13-16
Grafik peradaban nusantara baru mangalami kenaikan lagi dengan berdirinya kerajaan Singasari pada abad 13, peletak dasar fondasi kerajaan Majapahit yang akhirnya berjaya selama 3 abad (1292-1500). Meskipun belum dada penemuan bersejarah yang ‘setara’ dengan Borobudur, namun puncak peradaban dan sains-teknologi nusantara era kedua setelah Sriwijaya dimungkinkan ada pada masa Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, ketika dengan Sumpah Palapa pada 1336 berhasil mempersatukan wilayah nusantara.
Namun grafik peradaban menurun kembali dan mencapai titik nadir dengan keruntuhan Majapahit di awal-awal abad 16, semenjak kedatangan bangsa Eropa dan mulai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam nusantara, yang akhirnya juga sama-sama mengalami penurunan grafik peradaban, sejalan dengan keruntuhannya satu persatu setelah sempat berdiri dan berjaya selama beberapa abad.
Pola acak grafik peradaban antar bangsa-bangsa di dunia yang acak dan ‘unik.’ Di era ini Eropa justru sedang mengalami kenaikan grafik peradaban selepas dari ‘abad kegelapan,’ renaissance-humanisme, berbagai penemuan di bidang sains-teknologi, revolusi industri, penjelajahan samudera dan berkembangnya kolonialisme dan imperialisme di Amerika, Afrika dan Asia. Di saat yang sama, abad 16 ini pula grafik peradaban nusantara justru ‘terjun bebas.’

Peta pelayaran Alfonso de Albuquerque (Spanyiol) adab ke 16, abad pencerahan Eropa membawa abad kegelapan bagi nusantara.
swaen.com)
Transfer ilmu pengetahuan Eropa melalu pendidikan di era ini membuka kesadaran kaum terpelajar Indonesia dan menumbuhkan semangat nasionalisme dan perjuangan kemerdekaan untuk mengembalikan peradaban nusantara. Berdirinya Boedi Oetomo pada 1908 (yang kini dijadikan sebagai Hari kebangkitan Nasional) menjadi titik awal kenaikan grafik peradaban nusantara. Revolusi peradaban membuahkan hasil pada 1945 setelah Indonesia memproklamasikan diri sebagai negara merdeka.
Kini, setelah lebih dari satu abad sejak kebangkitan nusantara modern, grafik peradaban nusantara masih fluktuatif, nusantara seakan sedang ‘kebingungan’ identitas diri. Peradaban dan sains-teknologi yang sempat terkubur lebih dari 11 abad (bertolak dari era pembangunan candi Borobudur) masih terlalu dalam untuk digali kembali. Gempuran peradaban dan sains-teknologi barat modern yang terlanjur diadopsi generasi awal era 1900-an masih begitu kuat membentuk ‘model’ peradaban Indonesia, bahkan semakin mengakar dalam tata nilai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kadang kita seolah lupa, bahwa jauh sebelum barat dengan teknologi modern yang fantastis seperti sekarang, peradaban kita juga lebih tinggi, bahkan dalam beberapa hal, tak terjangkau logika di abad ini. Kita terlalu berorientasi ke ‘barat’ dan melupakan ‘timur,’ peradaban penuh ‘mukjizat’ tempat ‘ruh’ kita sendiri ditiupkan. Ketika wacana sejarah masa lampau dimunculkan, kita lebih menganggapnya sebagai mitos yang tak sejalan dengan logika ilmiah, prinsip-prinsip dasar sains-teknologi modern.

Kedatangan Ratu Balqis di istana Nabi Sulaiman. Teknologi tinggi dalam kepindahan singgasana dalam kecepatan cahaya?
Dengan berpijak dari prinsip-prinsip dasar teori relativitas, teknologi ini memungkinkan seseorang memindahkan benda (materi) dari jarak yang jauh dalam kecepatan cahaya, utuh sempurna dengan kerusakan 0%. Sebuah ‘kecanggihan’ ilmu manusia, sebagian menyebutnya sebagai ‘mukjizat’ yang bahkan mengalahkan kemampuan ‘teknologi’ jin. Kisah ini diabadikan dalam Al Qur’an (An-Naml, ayat 38-40), ketika Sang Raja menawarkan ‘tender’ kepada dua orang ‘digdaya’ untuk memindahkan singgasana istana Ratu Balqis.
Salah satunya, jin Ifrit yang ‘jenius’ berkata, “…aku akan datang kepada ku dengan membawa singgasana itu kepada mu sebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu…” Lalu berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab, “Aku akan membawa singgasana itu kepada mu sebelum matamu berkedip.”Akhirnya teknologi manusialah yang sanggup melakukannya.
Jika di masa Nabi Sulaiman telah ada teknologi sedemikian tingginya, (mungkin sebagian dari kita menganggapnya tak logis karena tak terjangkau logika sains-teknologi terkini), dan di masa Syailendra (nusantara abad 9) juga telah ada teknologi yang juga masih belum terjangkau oleh logika kita, maka kecanggihan teknologi (barat) yang membuat kita terpesona akhirya menjadi sains-teknologi yang belum seberapa. Jika pembangunan candi Roro Jonggrang dalam semalam oleh Bandung Bondowoso yang selama ini kita kenal hanya sebagai dongeng juga ternyata telah menggunakan teknologi modern, masihkah kita juga belum bisa menerima sebagai sebuah kemungkinan (yang logis)?
Jika ternyata khazanah misteri yang tersembunyi di balik ribuan candi dan peninggalan bersejarah lainnya di negeri ini ternyata menyimpan kunci rahasia dari puncak peradaban dan sains-teknologi dunia, itu menjadi bukti bahwa kita sebagai bangsa sedang berada di titik nadir peradaban dan sains-teknologi. Konsekuensinya tentu akan selalu menjadi korban peradaban bangsa asing yang lebih maju. Dan kita harus menjadi pelengkap penderita dalam era kegelapan-perbudakan dan gerusan zaman. Kecuali kita semua kembali tersadar untuk bangkit kembali mengambil harta yang hilang karena terabaikan, menaikkan kembali grafik peradaban dan sains-teknologi yang telah diawali oleh para pendiri bangsa generasi seabad silam.
Salam…El Jeffry
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh 10.30
0 comments:
Posting Komentar